Rabu, 27 Januari 2016

DISCUS (BAND) MEWARNAI MUSIK DUNIA

Ini adalah standart musik "keren" bagi saya sejak SMA. Ya saya selalu memilih untuk tidak mengikuti trend yang sedang berkembang dan lebih memilih ranah indie atau nostalgia, sebagaimana gandrungnya saya dengan SERINGAI dan GOD BLESS saat itu.
Judul lagu ini adalah "System Manipulation" yang dibawakan oleh band indie bergenre progressive-rock-bercampur jazz dan ethnic, bernama DISCUS. Musik yang luar biasa dengan hentakan khas progressive-rock ditambah bumbu-bumbu seruling sunda serta denting gamelan bali yang magis selama 9 menit.


(Sumber : www.progarchives.com)

Hebohnya, saya baru tahu jika ada band Jepang bernama 京大プログレ部 (nama internasional mereka adalah King Crimson -- https://twitter.com/ku_progyang meng-cover lagu "rumit nan bikin merinding" ini dengan sangat baik! Coba tonton deh.
colonthree emotikon

Untuk versi live dari band aslinya, sempat tayang di program RadioShow TVOne periode 2012 dan bisa ditonton di sini (lagu "System Manipulation" dimulai menit 9:31).

Band DISCUS sendiri digawangi oleh musisi-musisi berbakat negeri ini. Salah satunya adalah Iwan Hasan, seorang lulusan sekolah musik di Amerika, yang kerap membawakan musik etnik Indonesia dan secara khas memainkan alat musik bernama 21-strings guitarharp.


Iwan Hasan dan gitar-harpa 21 senar-nya dalam acara JavaJazz.
(Sumber : www.wartajazz.com)


Di dalam negeri, mungkin gaung musik DISCUS tak banyak orang yang tahu, namun di luar negeri, mereka sudah naik-turun panggung, dari Jerman, Swiss, Meksiko, hingga Amerika Serikat. DISCUS memang baru menelurkan dua album, yakni "1st" (1999) dan "...tot Licht!" (2003), akan tetapi pengaruh musik mereka sudah diakui secara monumental! Kita perlu lebih banyak menikmati dan mendorong musisi-musisi mengagumkan seperti mereka. smile emotikon

Salute.
(Kukusan, 28 Januari 2016)

BLI TRAWAN "IRONMAN INDONESIA", KESENJANGAN, DAN AKHIR UMAT MANUSIA


"...Bli Tawan juga bercerita, “kalau saya orang tidak baik, mesin pengupas jagung bisa saja saya sket untuk langsung otomatis bekerja, tanpa manusia bisa otomatis. Tapi saya berpikir, itu namanya saya mematikan rejeki orang lain. Maka saya buat, agar mesin itu berfungsi dan manusia nya (buruh) juga bisa tetap bekerja,” tutur nya lagi." [1]

Selain Si Penulis (citizen journalist) yang luar biasa karena mendatangi langsung Bli Tawan "Iron Man Indonesia" untuk melakukan verifikasi (ya, VERIFIKASI, yang seharusnya menjadi tugas jurnalis media 'beneran'), cuplikan pernyataan Bli Tawan di atas sangat menarik. Kutipan ini sejalan dengan video wawancara bersama Prof. Stephen Hawking yang saya tonton semalam. Video itu mendiskusikan bahaya Artificial Intelligence (AI) dan robot bagi umat manusia.
Secara singkat, Prof. Hawking berargumen bahwa AI akan memusnahkan peradaban manusia JIKA digunakan oleh KAPITALISME sebagai moda produksi tanpa batas, menggantikan lapangan kerja, dan memperlebar kesenjangan ekonomi [2]. Tidak hanya itu, penumpukan modal juga membuat teknologi seperti AI hanya dapat diakses oleh para pemilik modal. "Selama ini kapitalisme telah menunjukkan hal itu," ujarnya. Jadi bukan AI-lah yang patut kita takuti, tetapi kapitalisme yang semakin serakah.

Apa hubungannya dengan Bli Tawan? Bli Tawan adalah korban kesenjangan. Dirinya yang dikucilkan karena terlahir dalam keluarga orang tua disabilitas dan lumpuh kesulitan mendapatkan pekerjaan. Ia terpaksa hidup seadanya. Beruntung Bli Tawan memiliki kawan dan pikiran yang mendorongnya berinovasi menciptakan lengan bionic-nya sendiri. Beruntung pula, walau dia tidak berpunya, dirinya masih jauh lebih baik daripada korporasi-korporasi yang menghisap kaum buruh seenak jidat. Bayangkan, di tengah pencarian rezekinya sendiri, ia masih memikirkan rezeki orang lain, kawan-kawan!

Bli Trawan dan tangan bionic-nya.
(Sumber: kompasiana.com)


Bli Trawan memang cemerlang dan berhati baja. Namun kita juga perlu merenung, bahwa umat manusia akan musnah bukan oleh AI atau robot itu sendiri, namun oleh kapitalisme. Akses seluas-luasnya terhadap modal harus menjadi keniscayaan untuk mengentaskan kesenjangan. Masih banyak orang-orang tak berpunya seperti Bli Tawan yang membutuhkan bantuan teknologi namun terlalu mahal.

Sudah ada beberapa konsep yang berkembang: open-sourcing, crowd-sourcing, copyleft, open-society, dsb., untuk membuka akses yang lebar bagi siapa saja terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini yang harus selalu kita usahakan, agar AI+robot tidak hanya memudahkan kaum kapitalis mengeruk keuntungan, tapi benar-benar membantu hidup semua orang.

(Kukusan, 27 Januari 2016)

Sumber:


[1] http://www.kompasiana.com/takutpada-allah-/mengungkap-rahasia-lengan-robot-bli-tawan_56a597b63dafbdf80450453b

[2] http://www.huffingtonpost.com/entry/stephen-hawking-capitalism-robots_us_5616c20ce4b0dbb8000d9f15

Update:
https://www.facebook.com/KompasTV/videos/1073821262670105/