Jumat, 22 Juni 2012

Teori Psikologi Massa dalam Kasus Amuk Massa

Oleh : Langitantyo Tri Gezar, Ilmu Komunikasi FISIP UI 2010

Psikologi adalah ilmu tentang perilaku dan proses mental manusia.  Massa dapat diartikan sebagai bentuk kolektivisme (kebersamaan). Oleh karena itu psikologi massa akan berhubungan perilaku yang dilakukan secara bersama-sama oleh sekelompok massa atau kerumunan (crowd). Fenomena kebersamaan ini diistilahkan pula sebagai Perilaku Kolektif (collective behavior).

Dalam perilaku kolektif, seseorang atau sekelompok orang ingin melakukan perubahan sosial dalam kelompoknya. Tindakan kelompok ini ada yang diorganisir, dan ada yang tidak diorganisir. Kemudian menimbulkan Gerakan Sosial (social movement). Gerakan sosial, seringkali muncul ketika dalam interaksi sosial terjadi situasi yang tidak terstruktur, ambigious (ketaksaan/ membingungkan), dan tidak stabil.
Psikologi massa, atau psikologi sosial, harus ditempatkan dalam ranah komunikasi massa. Karena itu, teori S-R (Stimulus-Response) memainkan peran penting. Artinya bahwa tindak komunikasi massa terjadi karena adanya suatu rangsangan (stimuli), dan pesannya itu tersampaikan atau diterima karena adanya respon atau tanggapan.

Dalam teori psikologi behaviorisme, seperti dianut Skinner, manusia terbatas dalam berhubungan dengan lingkungan dan sesamanya. Keterbatasan itu diakibatkan karena secara fisiologis, kita hanya memiliki lima alat indra. S-R tidak bisa dimengerti sebatas apa yang kita tangkap dengan indra, melainkan jauh lebih mendalam dan komprehensif. Yaitu kita harus melibatkan kemampuan kognitif (pemikiran, thought) dalam memahami setiap pesan stimuli, untuk masuk dalam proses ‘meresapi’ (to fell) dan ‘memahami’ (verstehen, understanding).

Neil Smelser mengidentifikasi kondisi yang perilaku kolektif:
1. Structural conduciveness: beberapa struktur sosial yang memungkinkan munculnya perilaku kolektif, seperti pasar;
2. Structural strain: munculnya ketegangan dalam masyarakat yang muncul secara tersturktur, misalnya antar pendukung kontestan pilkada;
3. Generalized beliefs: pembagian interpretasi dari suatu kejadian;
4. Precipitating factors: ada kejadian pemicu (triggering incidence), misal ada pencurian;
5. Mobilization for actions: adanya mobilisasi massa, misal rapat umum suatu ormas;
6. Failure of social control: akibat agen yang ditugaskan melakukan kontrol sosial tidak berjalan dengan baik.

Secara deskriptif, Milgram (1977) melihat kerumunan sebagai:
1. Sekelompok orang yang membentuk agregasi (kumpulan);
2. Jumlahnya semakin lama semakin meningkat;
3. Orang-orang ini mulai membuat suatu bentuk baru;
4. Memiliki distribusi diri yang bergabung pada suatu saat dan tempat tertentu dengan lingkaran (boundary) yang semakin jelas; dan
5. Titik pusatnya permeable dan saling mendekat.

Mob adalah kerumunan (crowds) emosional yang cenderung melakukan kekerasan/penyimpangan (violence) dan tindakan destruktif. Umumnya mereka melakukan tindakan melawan tatanan sosial yang ada secara langsung. Hal ini muncul karena adanya rasa ketidakpuasan, ketidakadilan, dan frustrasi. Bila mob ini dalam skala besar, maka bentuknya menjadi kerusuhan massa.

Banyak pandangan yang menyatakan bahwa perilaku kolektif berkaitan erat dengan tindakan agresi/kekerasan. Pendekatan keamanan selama ini juga selalu memandang bahwa adanya kumpulan orang selalu disikapi sebagai bentuk potensi konflik, dan tindakan antisipasinya sangat berlebihan. Seharusnya ciri penting yang harus dipahami adalah:
1. Apakah terjadi kebangkitan emosi (arousal) massa yang sangat signifikan?
2. Apakah ada stimulator/pemicu dari lingkungan yang membahayakan (alat kekerasan)?
3. Apakah ada provokator yang terorganisir?
4. Apakah situasinya panas? Panas membuat situasi tidak nyaman dan mudah menyulut kekerasan.
5. Apakah munculnya sesaat atau kronis (berkepanjangan)?
6. Adakah keberpihakan dalam perilaku kolektif (kaitannya dengan kompetisi antarkelompok)?
7. Apakah motif dasar perilaku kolektif tersebut?
8. Apakah ada sponsor yang menyokong perilaku kolektif?

Terdapat teori yang seringkali digunakan untuk menjelaskan kejadian perilaku massa:
1. Social Contagion Theory, orang akan mudah tertular perilaku orang lain dalam situasi sosial massa;
2. Emergence Norm Theory, perilaku didasari oleh norma kelompok yang akan ditonjolkan. Apabila norma itu berseberangan dengan kelompok lain, dapat menimbulkan konflik horizontal;
3. Convergency Theory, dalam kerumunan terjadi konvergensi interpretasi kejadian. Orang akan berkumpul bila mereka memiliki minat yang sama;
4. Deindivuation Theory, ketika orang dalam kerumunan, mereka akan ”menghilangkan” jati dirinya, dan kemudian menyatu ke dalam jiwa massa.

BAGAIMANA CARA MENYIKAPI PERILAKU MASSA
1.      Memahami bentuk perilaku kolektif
2.      Memahami motif perilaku kolektif
3.      Perencanaan penyelesaian yang matang
4.      Kesiaan mental petugas
5.      Pengendalian diri yang baik
6.      Keberanian dalam bersikap

DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar